16 Aug 2008

Ambiguitas dalam Rasionalisme Gading yang Retak

Mereka berkata bahwa aku hebat. mereka berkata bahwa aku payah. aku hanya diam, dan mereka tak meneruskan kalimatnya karena mereka pikir aku tahu maksudnya. ah, tidak! tidak! aku masih belum menemukan maknanya. dalam hal apa? apakah aku hebat karena bersikap buruk? ataukah aku payah karena bersikap baik?

dari sini, aku membuat jalan untukku sendiri, "aku hebat karena aku payah", atau menggunakan sisi sombongku untuk mengatakan "aku payah karena aku hebat". tak ada manusia yang sempurna. seperti halnya jika aku mencintai seseorang, akan kukatakan padanya"aku mencintaimu karena engkau tak sempurna" itu akan menjadi bukti ketulusan atas penerimaan. dan jika memang demikian, kalimat-kalimat itu harusnya berbunyi "aku hebat karena bersikap baik" atau "aku payah karena bersikap buruk" lihat, aku memang sombong atau aku yang terlalu lemah? sehingga bukti kelemahan itu ditunjukkan dengan kesombongan yang tak ada harganya. yang mana yang benar? bukankah seharusnya hal seperti ini tak usah dipikirkan karena akan membuang terlalu banyak waktu untuk sekedar menyatukan titik satu dengan titik lain. waktu? aku masih membicarakan waktu? oh, harusnya aku lebih bijaksana lagi, karena aku bahkan tak tahu, aku yang mengejar waktu, atau waktu yang mengejarku. dalam ruang paralel ini, haruskah aku menganggap diriku sebagai narapidana karena terpenjara oleh keyakinanku sendiri? dan mereka, masih, memanggilku sampah. justru, sebutan sebagai sampah masih menjadi hal yang aku sukai.

0 comments: